PEMBEBANAN JEMBATAN
perencanaan jembatan
1. Latar Belakang
Jembatan merupakan suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini
biasanya jalan lain (jalan air atau jalan lalulintas biasa). Dengan
adanya jembatan transportasi darat yang terputus oleh sungai, jurang,
alur banjir (floodway) dapat teratasi.
Untuk
memperlancar transportasi darat tidak lepas dari pengaruh topografi
dari masing – masing daerah, dimana akan mempengaruhi terwujudnya sarana
transportasi. Usaha pengadaan jalur – jalur lalu lintas yang
menghubungkan antar daerah belum tentu dapat dibuat jalur jalan secara
menerus, mungkin harus menyilang diatas jalur jalan yang lain atau harus
melintasi sungai. Untuk mengatasi problema lalu lintas tersebut diatas
perlu dibuat konstruksi jembatan guna menghubungkan antar jalur jalan.
Dengan adanya konstruksi jembatan, maka rintangan akibat pengaruh
topografi / geografi dapat diatasi
2. Jembatan Secara Umum
Jembatan merupakan kesatuan dari struktur atas (super struktur) dan struktur bawah (sub struktur), yang termasuk bagian suatu sistem transportasi untuk tiga hal:
1. Merupakan pengontrol kapasitas dari system.
2. Mempunyai biaya tertinggi dari system.
3. Jika jembatan runtuh, system akan lumpuh.
Jika
jembatan kurang lebar untuk menampung jumlah jalur yang diperlukan oleh
lalu lintas, maka jembatan akan menghambat lalu lintas. Dalam hal ini,
jembatan akan menjadi pengontrol volume dan berat lalu lintas yang dapat
dilayani oleh system transportasi. Oleh karena itu, jembatan dapat
mempunyai fungsi keseimbangan (balancing) dari sistem transportasi darat.
Jembatan terdiri dari beberapa jenis diantaranya: jembatan plat beton (slab), jembatan gelagar/ rangka baja, jembatan pratekan/prategang, jembatan cable, jembatan kayu dan jembatan bambu.
Fungsi
jembatan adalah untuk meneruskan jalan (lalu lintas kendaraan) yang
mengalami jalan terputus akibat permukaan yang lebih rendah dan curam
tanpa menutupnya, atau dengan kata lain sebagai alat penyeberangan
antara dua tempat yang terpisah.
3 Bagian-Bagian Dari Kontruksi Jembatan
Bagain-bagian dari suatu jembatan terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
3.1 Bangunan Atas (super struktur), yang terdiri atas:
· Gelagar-gelagar utama (rangka utama), yang terbentang dari titik tumpu ke titik tumpu lain. Gelagar-gelagar ini terdiri dari batang diagonal, horizontal dan vertical yang membentuk rangka utama dan terletak pada kedua sisi jembatan.
· Gelagar melintang, berupa baja profil yang terletak di bawah lantai kendaraan, gunanya sebagai pemikul lantai kendaraan.
· Lantai kendaraan,
terletak di atas gelagar melintang, biasanya terbuat dari kayu atau
pasangan beton bertulang dan seluruh lebar bagiannya digunakan untuk
lalulintas kendaraan.
· Lantai trotoar, terletak di pinggir sepanjang lantai kendaraan dan digunakan sebagai tempat pejalan kaki..
· Pipa sandaran,
terbuat dari baja yang dipasang diantara tiang-tiang sandaran di
pinggir sepanjang jembatan atau tepi lantai trotoar dan merupakan
pembatas dari kedua sisi samping jembatan.
· Tinang sandaran, terbuat
dari beton bertulang atau baja profil dan ada juga yang langsung
dipasang pada rangka utama, gunanya untuk menahan pipa sandaran.
3.2 Bangunan bawah (sub structure), yang terdiri dari:
· Pilar, berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya vertical dan horizontal dari bangunan atas pada pondasi.
· Pangkal (abutment),
pangkal menyalurkan gaya vertical dan horizontal dari bangunan atas
pada pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan tumpuan
dari timbunan jalan pendekat ke bangunan atas jembatan. Ada beberapa
tipe dan jenis abutment, yaitu:
a. Tipe gravitasi, kontruksi terbuat dari pasangan batu kali. Digunakan bila tanah keras dekat dengan permukaan.
b. Tipe T terbalik (kantilever),
kontruksi terbuat dari beton bertulang, bentuknya langsing sehingga
dalam proses pembuatannya sangat mudah dari pada tipe-tipe yang lain.
c. Tipe dengan penopang, bentuknya kontruksinya sama dengan tipe kantilever tetapi ditambahkan penopang dibelakangnya, yang berguna untuk melawan pengaruh tekanan tanah dan gaya angkat (bouyvancy).
4 Pembebanan pada Jembatan .
Dalam
perencanaan struktur jemabatan secara umum, khususnya jembatan
komposit, hal yang perlu sekali diperhatikan adalah masalah pembebanan
yang akan bekerja pada struktur jembatan yang dibuat. Menurut pedoman
Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR No 378/1987) dan
PMJJR No 12/1970 membagi pembebanan jembatan dalam dua kelas, yaitu:
Kelas
|
Berat Beton
|
A
B
|
10
8
|
Table 2.1 Kelas tekan as gandar (PMJJR No.12/1970)
Ada beberapa macam pembebanan yang bekerja pada struktur jembatan, yaitu:
4.1 Beban Primer
Beban
primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan, yang terdiri dari: beban mati, beban hidup, beban
kejut dan gaya akibat tekanan tanah.
a. Beban mati
Beban
mati adalah beban yang berasal dari berat jembatan itu sendiri yang
ditinjau dan termaksud segala unsur tambahan tetap yang merupakan satu
kesatuan dengan jembatan. Untuk menemukan besar seluruhnya ditentukan
berdasarkan berat volume beban.
b. Beban hidup
Beban
hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan
yang bergerak dan pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan.
Penggunaan beban hidup di atas jembatan yang harus ditinjau dalam dua
macam beban yaitu beban “T” yang merupakan beban terpusat untuk lantai
kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar.
Gambar 2.1 beban “D”
Untuk
perhitungan gelagar harus dipergunakan beban “D” atau beban jalur.
Beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalulintas yang
terdiri dari beban yang terbagi beban rata sebesar “q” ton/m panjang
perjalur dan beban garis “p” ton perjalur lalulintas. Untuk menentukan
beban “D” digunakan lebar jalan 5,5 m, maka jumlah jalur lalulintas
sebagai berikut:
Gambar 2.2 ketentuan penggunaan beban “D”
Table 2.2 jumlah jalur lalulintas
Lebar lantai kendaraan (m)
|
Jumlah jalur lalulintas
|
5,50 – 8,25 m
8,25 – 11,25 m
11,25 – 15,00 m
15,00 – 18,75 m
18,75 – 32,50 m
|
2
3
4
5
6
|
(PPPJJR No. 378/KPTS/1987)
Untuk
jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,50 m
makan beban “D” sepenuhnya (100%) dibebankan pada seluruh lebar
jembatan dan kelebihan lebar jembatan dari 5,5 m mendapat separuh beban
“D” (50%). Jalur lalulintas ini mempunyai lebar minimum 2,75 m dan lebar
maksimum 3,75 m. Beban “T” adalah beban kendaraan Truck yang mempunyai
beban roda 10 ton (10.000 Kg) dengan ukuran-ukuran serta kedudukan dalam
meter, seperti tertera pada gambar 2.3 untuk perhitungan pada lantai
kendaraan jembatan digunakan beban “T” yaitu merupakan beban pusat dari
kendaraan truck dengan beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton
Gambar 2.3 beban “T” bekerja pada lantai kendaraan
Dimana beban garis P= 12 ton sedangkan beban q ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Q= 2,2 t/m untuk L<30 m
Q= 2,2t/m – (11/60)x(L-30) t/m untuk 30>L< …..[2-1]
Q= 1,1x(1+(30/L))t/m untuk L>60m
Dimana
L adalah panjang bentangan gelagar utama (m) untuk menentukan beban
hidup, beban terbagi rata (t/m/jalur) dan beban garis (t/jalur) dan
perlu diperhatikan ketentuan bawah.
Beban terbagi merata = Q ton/meter………................[2-2]
2,75 m
Beban garis = Q ton ......................................[2-3]
2,75 m
Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur lalulintas. Dalam perhitungan beban hidup tidak penuh, maka digunakan:
· Jembatan permanen= 100% beban “D” dan “T”.
· Jembatan semi permanen= 70% beban “D” dan “T”.
· Jembatan sementara= 50% “D” dan “T”.
Dengan menggunakan beban “D” untuk suatu jembatan berlaku ketentuan ini.
c. Beban kejutan/Sentuh
Beban
kejut merupakan factor untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran
dan pengaruh dinamis lainnya. Koefesien kejut ditentukan dengan rumus:
K= 1+ ……………………………………………….[2-4]
Dimana: K= koefesien kejut
L= panjang/ bentang jembatan
4.2 Beban Sekunder
Beban
sekunder adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu
diperhitungkan dalam penghitungan tegangan pada setiap perencanaan
jembatan.
a. Beban Angin
Dalam perencanaan jembatan rangka batang, beban angin lateral diasumsikan terjadi pada dua bidang yaitu:
· Beban angin pada rangka utama.
Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin atas dan ikatan angin bawah.
· Beban angin pada bidang kendaraan
Beban
angin ini dipikul oleh ikatan angin bawah saja. Dalam perencanaan untuk
jembatan terbuka, beban angin yang terjadi dipikul semua oleh ikatan angin bawah.
b. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat yaitu dengan perbedaan suhu.
· Bangunan Baja
1) Perbedaan suhu maksimum-minimum= 300C
2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan= 150C
· Bangunan Beton
1) Perbedaan suhu maksimum-minimum= 150C
2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan=100C
Dan juga tergantung pada koefisien muai panjang bahan yang dipakai misalnya:
· Baja ε =12x10-6/0C
· Beton ε =10x10-6/0C
· Kayu ε =5x10-6/0C
c. Gaya Rangkak dan Susut
Diambil senilai dengan gaya akibat turunnya suhu sebesar 150C
d. Gaya Rem dan Traksi
Pengaruh
ini diperhitungkan dengan gaya rem sebesar 5% dari beban “D” tanpa
koefisien kejut. Gaya re mini bekerja horizontal dalam arah jembatan
dengan titik tangkap setinggi 1,80 m dari permukaan lantai jembatan.
e. Gaya Akibat Gempa Bumi
Bekerja kea rah horizontal pada titik berat kontruksi.
KS = E x G ……………………………………………[1-5]
Dimana:
KS = koenfisien gaya horizontal (%)
G = beban mati (berat sendiri) dari kontruksi yang ditinjau.
E = koefisien gempa bumi ditentukan berdasarkan peta zona gempa dan biasanya diambil 100% dari berat kontruksi.
f. Gaya Gesekan Pada Tumpuan Bergerak
Ditinjau hanya beban mati (ton). Koefisien gesek karet dengan baja atau beton= 0,10 sampai dengan 0,15.
4.3 Beban Khusus
Beban
khusus yaitu beban-beban yang khususnya bekerja atau berpengaruh
terhadap suatu struktur jembatan. Misalnya: gaya sentirfugal, gaya
gesekan pada tumpuan, beban selama pelaksanaan pekerjaan struktur
jembatan, gaya akibat tumbukan benda-benda yang hanyut dibawa oleh
aliran sungai.
a. Gaya sentrifugal
Konstruksi
yang ada pada tikungan harus diperhitungkan gaya horizontal radial yang
dianggap bekerja horizontal setinggi 1,80 m di atas lantai kendaraan
dan dinyatakan dalam % terhadap beban “D” dengan rumus sebagai berikut:
……………………………………[2-6]
Dimana:
S= gaya sentrifugal (%) terhadap beban “D” tanpa factor kejut.
V= kecepatan rencana (km/jam).
R= jari-jari tikungan (m).
b. Gaya Gesekan pada Tumpuan
Gaya
gesekkan ditinjau hanya timbul akibat beban mati (ton). Sedangkan
besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesekan pada tumpuan yang
bersangkutan dengan nilai:
· Tumpuan rol
o Dengan 1 atau 2 rol :0,01
o Dengan 3 atau lebih :0,05
· Tumpuan gesekan
o Antara tembaga dengan campuran tembaga keras =0,15
o Antara baja dengan baja atau baja tuang =0,25
c. Gaya Tumbukkan pada Jembatan Layang
Untuk
memperhitungkan gaya akibat antara pier (bangunan penunjang jembatan
diantara kedua kepala jembatan) dan kendaraan, dapat dipikul salah satu
dan kedau gaya-gaya tumbukkan horizontal:
· Pada jurusan arah lalulintas sebesar………………..100 ton
· Pada jurusan tegak lurus arah lalulintas……………50 ton
d. Beban dan Gaya selama pelaksanaan
Gaya yang bekerja selama pelaksanaan harus ditinjau berdasarkan syarat-syarat pelaksanaan.
e. Gaya Akibat Aliran Air dan Benda-benda Hanyut
Tekanan aliran pada suatu pilar dapat dihitung dengan rumus:
P=KxV2………………………………………………....[2-7]
Dimana:
P= tekanan aliran air (t/m2)
V= Kecepatan aliran air (m/det)
K= koefisien yang bergantung pada bentuk pier
4.5 Kombinasi Pembebanan
Kontruksi
jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau dari kombinasi
pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat
serta kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang digunakan
dalam kekuatan pemeriksaan kontruksi yang bersangkutan dinaikkan
terhadap tegangan yang diizinkan sesuai dengan elastis. Tegangan yang
digunakan dinyatakan dalam proses terhadap tegangan yang diizinkan
sesuai kobinasi pembebanan dan gaya pada table 2.3 berikut ini:
Kombinasi Pembebanan dan Gaya
|
Tegangan yang digunakan dlm proses terhadap tegangan izin keadaan elastis
|
I. M+(11+k)+Ta+Tu
II. M+Ta+Ah+Gg+A+SR+Tm
III. Kombinasi(1)+Rm+Gg+A+SR+Tm+S
IV. M+Gh+Tag+Gg+Ahg+Tu
V. M+PI
VI. M+(H+K)+Ta+S+Tb
|
100%
125%
140%
150%
130%
150%
|
(PPPJJR No 378/KPTS/1987)
Dimana:
A : beban angin
Ah : gaya akibat aliran dan hanyutan
Ahg : gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa
Gg : gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh : gaya horizontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) : beban hidup dengan kejut
M : beban mati
P1 : gaya-gaya pada waktu pelaksanaan
Rm : gaya rem
S : gaya sentrifugal
SR : gaya akibat perubahan suhu(selain susut dan rangkak)
Ta : gaya tekanan tanah
Tag : gaya tekanan tanah akibat gempa
Tb : gaya tumbukkan
Tu : gaya angkat (buoyancy)
2.4 Konsep Dasar Jembatan Komposit
Struktur
jembatan komposit merupakan gabungan antara dua bahan, yaitu struktur
beton (beton bertulang) dan struktur baja. Kedua bahan ini digabungkan
menjadi satu kesatuan yang utuh.
5.1 Struktur Beton Bertulang
Beton bertulang adalah gabungan logis dari dua jenis bahan beton polos, yang
memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tariknya
rendah dan batangan-batangan baja yang di tanamkan di dalam beton dapat
memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Baja dan beton dapat
bekerjasama atas dasar beberapa alasan:
1. Lekantan (bond) yang mencegah selip (slip) dari baja relativ tehadap beton.
2. Campuran beton yang memadai memberi anti resap yang cukup untuk mencegah karat baja.
3. Angka kecepatan mulai yang hampir serupa.
sistem
struktur yang di bangun dengan beton bertulang seperti bangunan gedung,
terowongan, jembatan, dinding penahan tanah dll. Di rencanakan dengan
prinsip dasar desain elemen beton bertulang yang menerima gaya aksial,
momen, gaya geser, momen puntir atau kombinasi dari gaya-gaya tersebut.
5.2 Kuat Beton terhadap Gaya Tekan
Kekuatan
tekan beton ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan semen, agregat
kasar dan halus, air dan berbagai jenis campuran. Perbandingan dari air
dan semen merupakan factor utama dalam menentukan kekuatan beton. Nilai
kuat beton yang normal ditentukan pada saat beton mencapai kekuatan
maksimumnya pada umur 28 hari.
5.3 Kuat Beton terhadap Gaya Tarik
Nilai
kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha
perbaikkan mutu kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai
kuat tariknya. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai kuat
tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9%-15% dari kuat
tekannya. Kekuatan tarik beton sering kali diukur berdasarkan modulus
tarik, yaitu tegangan tarik lentur dari beton silinder 150 mm dan
panjangnya 300 mm, nilai tarik ini lebih besar dari nilai kuat tarik
sesungguhnya. Tetapi saat ini lebih sering ditentukan oleh kekuatan
belah silinder, SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.5 menetapkan modulus tarik
beton Fr yang berlaku. Fr =0,7 untuk
beton normal. Dengan fr dan f’c dalam Mpa. Harga fr ini harus dikalikan
factor 0,75 untuk beton ringan total dan 0,85 untuk beton ringan
berpasir.
5.6 Rangkak dan Susut
Rangkak adalah sifat beton yang mengalami perubahan bentuk (deformasi)
permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Tangkak timbul dengan
intesitas yang semakin berkurang untuk selang waktu tertentu dan
kemungkinan berakhir setelah beberapa tahun berjalan. Pada umumnya beton
dengan mutu tinggi mempunyai nilai rangkak yang lebih kecil disbanding
dengan beton yang mutunya rendah. Besarnya deformasi rangkak sebanding
dengan besarnya beban yang ditahan dan juga jangka waktu pembebanan.
Pada umumnya rangkak tidak berdampak langsung terhadap kekuatan struktur
tetapi akan mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada beban
kerja dan kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan (defleksi).
5.7 Modulus Elastis Beton
Selama
bertahun-tahun modulus elastisitas didekati dengan harga 1000 f’c oleh
peraturan ACI, akan tetapi dengan semakin berkembangnya penggunaan beton
normal/ringan yang maju pesat maka dipandang perlu untuk menyertakan
kerapatan (denciti) SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.1.5 dengan menggunakan rumus modulus elastisitas beton sebagi berikut:
Ec = 0,043 Wc
Dimana:
Ec : modulus elastisitas beton (Mpa)
Wc : berisi beton tekan (Mpa)
F’c : kuat tekan beton (Mpa)
Untuk beton normal dengan berat isi ±23 kN/m2Ec boleh diambil sebesar 4700* .
Karena mengingat nilai banding elastisitas (n) disamping sifat-sifat
penampang merupakan nilai-nilai yang berpengaruh terhadap posisi atau
letak garis netral maka dalam menghitung tegangan-tegangan kerja, perlu
diketahui nilai rasio modulus elastisitas lebih penting, sesuai SK SNI T-15-1991. Pasal 3.15.5, yaitu dengan rumus sbb:
n= …………………………...................................................[2-8]
dimana:
N= rasio
Es= modulus elastisitas baja
Ec= modulus elastisitas beton
Dapat dikatakan sebagai angka pembulatan terdekat tetapi
tidak boleh kurang dari 6 kecuali untuk perhitungan lendutan nilai “n”
untuk beton ringan diambil sama dengan beton normal bagi kelas kuat
beton yang sama.
6 Struktur Baja
6.1 Konsep Dasar Struktur Baja
Dalam
perencanaan pada umumnya diharapkan bahwa struktur dan batang-batang
struktur harus memiliki kekuatan yang cukup, seperti kekakuan dan
ketahanan yang cukup sehingga dapat berfungsi selama umur layanan dari
struktru tersebut. Desain harus menyediakan cadangan kekuatan di atas
yang diperlukan untuk menanggung beban layanan, yakni struktur harus
memiliki sediaan terhadap kemungkinan kelebihan beban. Hal ini dapat
terjadi akibat perubahan fungsi struktur.
Disamping
itu, harus ada sediaan terhadap kemungkinan kekuatan material yang
lebih rendah. Penyimpanan dalam dimensi penampang, meskipun dalam batas
toleransi yang masih dapat diterima, dapat mengakibatkan suatu penampang
memiliki kekuatan yang lebih rendah ketimbang dari yang telah
diperhitungkan.
Material
(baja untuk elemen batang, baut dan las) mungkin saja memiliki kekuatan
yang lebih kecil daripada yang digunakan dalam perhitungan desain.
Suatu profil baja mungkin saja memiliki tegangan leleh di bawah harga
minimum yang dispesifikasikan, namun masih berada dalam batas-batas yang
secara stastik masih dapat diterima. Secara singkat, desain struktural
harus memberikan keamanan yang cukup baik terhadap kemungkinan kelebihan
beban (over load) atau kurang kekuatan (understrenght).
7.1 Plat Lantai Satu Arah
Plat satu arah adalah plat yang mempunyai perbandingan ly/lx≥ 2. Di
dalam desain ataupun analisis, satu satuan lajur plat yang membentang
diantara kedua tumpuan dapat dianggap sebagai suatu balok dengan lebar
satu satuan dan tinggi “h” sesuai dengan tebal plat. Analisisnya seperti
analisis pada balok. Pembebanan disesuaikan menjadi beban per satuan
panjang dari jalur plat dan dengan demikian gaya momen yang timbul
merupakan gaya perlebar satuan plat.
Pada SNI 03-2847-2002 pasal 10.3 ayat 3, mengizinkan untuk menggunakan distribusi gaya dengan syarat sebagai berikut:
· Jumlah minimum bentang yang ada haruslah dua
· Memiliki
panjang-panjang bentang yang tidak terlalu berbeda dengan rasio panjang
bentang terbesar terhadap panjang terpendek dari dua bentang yang
bersebelahan tidak lebih dari 1,2.
· Beban yang bekerja merupakan beban yang terbagi rata
· Beban hidup persatuan panjang tidak melebihi tiga kali beban mati persatuan panjang
· Komponen struktur adalah prismatis.
7.2 Plat Lantai Dua Arah
Plat dua arah adalah sistim lantai yang memiliki perbandingan ly/lx ≤ 2. Ada
empat metode dasar untuk menganalisis pelat dua arah ini, yang termuat
di dalam peraturan-peraturan standar yaitu metode koefisien momen,
metode desain langsung (direct design method), metode portal ekuivalen
(equivalent frame method) dan metode garis leleh (yield line method).
Yang digunakan metode koefisien momen. SUMBER : http://yanceadii.blogspot.com/2011/07/perencanaan-jembatan.html
Komentar
Posting Komentar